Sabtu, 30 Januari 2010

Komentar (dari) Barisan Sakit Hati

Suatu saat, saya dan suami nonton TV , dimana semua chanel isinya adalah berita tentang anggota pansus Century, demo menentang pemerintahan SBY, penggusuran dari rumah dinas dan talkshow interaktif yg ngebahas (lagi-lagi ) Pansus Century.
Semua channel isinya orang ngomong, komentar, marah-marah, saling menyalahkan dan merasa yang paling benar.
Iseng, saya tanya ke suami."kenapa ya, semua orang kok sukanya ngomong dan marah-marah aja...?". Dia langsung menjawab, "Ya...mungkin karena memang bisanya cuma marah-marah aja.."
:)

Mungkin, buat kita yang dirundung awan 'emosi', yang namanya mengeluh, marah-marah, ngomel, menyalahkan orang lain dll adalah sesuatu yg wajar dalam rangka mengungkapkan kekesalan. Ada baiknya juga mengungkapkannya, daripada dipendam sendiri terus menerus lama-lama jadi penyakit.Tapi, bukannya lebih enak dilihat kalau niat dan keinginan kita itu disampaikan dengan cara yang lebih elegan spt diskusi, brain storming, dll....?
Yah, adakalanya tindakan yang lebih keras dari diskusi diambil, manakala salah satu pihak udah ngerasa capek "ngomong" karena nggak didengerin, bisa jadi cara komunikasi yg lebih frontal yang diambil. Ngga ada yang salah dengan itu, menurut saya, sepanjang, apa yang dilakukan tidak merugikan kepentingan orang lain.
Contoh : demo dengan aksi bakar ban, bakar poster , dorong2 dan merusak fasilitas publik dll.
Tujuannya apa sih.....? untuk menyampaikan tuntutan dan supaya tuntuntannya didengar khan? Setelah itu, puji Tuhan Alhamdulillah, kalau tuntuntannya segera ditindaklanjuti.
Bukannya itu tujuannya demo...?
Tapi coba liat demo yg sekarang beritanya pada nongol di TV. Ya nggak semua demo sih, tapi mayoritas demo dengan menggalang masa (yang sebetulnya banyak nggak ngerti maksud dan tujuan demo itu sendiri) plus tindakan anarkis.... apakah menghasilkan sesuatu yang positif?

Contoh lain : talkshow interaktif yang menghadirkan narsum, biasanya mengenai kritik thd pemerintah.
Nah, kalau yang ini serunya adalah saat melihat debat kusir tiada akhir antara satu orang dengan yang lain dengan pandangan yang bertolak belakang. Hehehe, keliatan banget ngotot dan sk tau, merasa diri yang paling benar dan bisa menjadi satu-satunya orang yang memecahkan masalah. Melihat acara TV begini biasanya nggak lebih dari 5 detik, langsung aja saya ganti. Nggak mutu, males banget ngeliat orang berantem dan ribut-ribut.
Ibarat ngeliat anak TK berantem , yang satu bilang matahari terbit dari barat, yang satunya lagi bilang matahari tenggelam di timur...

Pernah kah kita berfikir tentang sebuah cara untuk menyampaikan niat dan maksud dengan baik, tanpa menyakiti orang lain, ketika semua orang sudah nggak ada lagi yang peduli...? :)

Kamis, 07 Januari 2010

Rute Macet yang Baru

Sambil menunggu suami pulang kantor
Sambil pusing dan mual-mual
Sambil melihat kemacetan nggak berujung dari lt.25.

Yuk, mari....

Jam 5 sore keluar Jl. Gatot Subroto setelah hujan lebat memang bisa dibilang "bunuh diri" untuk kendaraan yang menuju ke Cawang dan sebaliknya. Macet Total. Dan saya yakin, karena sesiang tadi habis hujan, maka kemacetan ini pasti melanda seluruh jengkal jalanan di Jakarta. Well eniwei, pertanyaan lama yang tiada jawabnya kembali muncul,
"Gimana sih, caranya mengurangi jumlah kendaraan, baik mobil, motor dan angkutan umum? Gimana sih caranya menambah ruas jalan protokol? Gimana sih caranya mengefektifkan transportasi umum seperti busway dan kereta api? Gimana sih caranya semakin meningkatkan kesadaran orang untuk bergabung dalam BTW? dan sederet pertanyaan klise lainnya yang intinya adalah : GIMANA CARANYA SUPAYA JALAN-JALAN DI JAKARTA BISA BEBAS MACET?

Pertanyaan yang sudah menggantung sejak lebih dari 10 tahun yang lalu saat arus urban di Jakarta belum sedahsyat sekarang, saat jumlah total kendaraan di Jakarta masih jauh di bawah angka 16 juta unit, saat pertambahan unit motor per hari belum mencapai 1,5 juta unit, dan 600 ribu per hari untuk mobil, saat dimana antisipasi kemacetan ini masih banyak yang mikirin dan mau peduli.... Tapi sampai saat ini ya hanya sebatas mimpi di awan-awan. Wacana. Janji palsu. Kenyataannya tetep aja pahit : Jakarta masih macet. (Yes, I know, terdengar putus asa dan pesimis).

Kembali ke pengalaman macet sore ini.
Yang namanya macet memang bukan pengalaman menyenangkan untuk diceritakan. Selama ini, pengalaman macet saya yang paling parah adalah kantor - rumah mama yg jaraknya hanya sekitar 10 km selama 2 jam. Nah, sore ini rutenya adalah rumah mama - apartemen yang jaraknya kurang dari sekitar 8 km, dan ditempuh selama 1,5 jam. Hebat bukan....? *sigh*
Melewati daerah Cawang, kondisinya mulai heboh. Yang namanya Kalau biasanya saya berjibaku dengan motor, kali ini versusnya ditambah bis , angkot dan pejalan kaki! Cawang yang memang dari dulu jadi termpinal tumpah buat bis-bis, angkot angkot dari 4 semua penjuru Jakarta, siapa yang nggak kenal keruwetannya...?
Pejalan kaki lenggang kangkung ditengah jalan protokol ya cuma Jakarta Ibukota Indonesia Raya yang bisa begini...!
Supir bis dan supir angkot yang kalau nyetir 'lincah" banget, nggak inget kalo bodi mobil yang dibawa big size, justru paling sering bermanuver dan melakukan gerakan potong jalur nggak pake liat spion. Yang ada semua kendaraan dibelakangnya lah yang memilih untuk mengalah dan memberi jalan...mirip gaharnya Bronx. Sebetulnya paling enak marah-marah sendiri sama yang namanya bis dan angkot. Hanya saja, kalau melihat penumpang yang mirip ikan teri didalam bis / angkot itu, saya langsung mengurungkan niat. Mereka benar2 berjubel dan mirip ikan teri di penggorengan. Melihat pemandangan ini saya cuma bisa mengingatkan diri sendiri bahwa kondisi saya saat itu jauh lebih baik karena berada di dalam mobil nyaman dengan AC sambil mendengarakan Bobby Caldwell. Melihat pemandangan transportasi umum yang namanya bus memang buah simalakama. Disatu sisi banyak dibutuhkan, tapi disisi lain tidak difasilitasi secara layak. PR lagi deh buat Indonesia tercinta....
Beda ceritanya dengan pasukan motor (yang paling sering bikin saya melenguh...), jumlahnya banyak banget, cara berkendaranya juga "jagoan" ; serempet mobil orang dan cuma nengok balik sambil kasih tangan. Ciaaao....!

*_*

Mobil matic sama sekali tidak mengurangi mual dan pusing saya yang memang selalu datang setelah jam 3 sore. Saya berusaha ngobrol dengan "dede" dan menjelaskan bahwa saat ini "ibu" sedang ada ditengah kemacetan, tolong jangan dikeluarkan dulu yah isi perut ibu :) dia mengerti. Seperti melihat sendiri betapa semrawutnya kondisi cawang saat itu, mual dan pusing saya sedikit berkurang.

Sampai akhirnya tiba juga saya dirumah.
Kami tinggal di lantai 25, dan setelah berada di atas, sambil membuat entry ini dan menyeruput segelas teh hangat, saya cuma bisa geleng2 kepala menyaksikan kemacetan sepanjang lebih dari 20 km di Jln tol menuju Tanjug Priuk. Thanks God saya sudah sampai dirumah yang nyaman ini.
Seperti entry posting sayan beberapa waktu yang lalu, Jakarta di saat malam itu tail of light killer. Pemandangan dari atas sini sih bagus-bagus aja. Tapi jangan tanya rasanya terjebak di tail of light yang macet...
You will not ask for more...

Macet....

Rabu, 06 Januari 2010

Bayang Wajah di Cermin

Suatu sore aku memandangi bayangan di cermin, sedikit lebih lama dari biasanya.
Kuperhatikan dan kuamati dengan seksama.
Wajahnya...
raut muka itu....
bibirnya...matanya....tarikan senyumnya...
kenapa seolah aku tidak lagi mengenal bayang wajah yang biasa?
bayangan di cermin yang selalu menunjukkan wajah yang ingin kulihat..
wajahku, kemanakah perginya....?

Aku, seperti bukan diriku.
Dalam setiap jarak wajah ini kini kutemukan sesuatu yang berbeda
bukan lagi hanya warna hitam dan putih yang dulu ada
tapi sekarang, ada begitu banyak warna disitu
wajah ini...
senyum ini...
mata ini...
bukan lagi milikku sendiri....
ada raut wajahmu dan wajahnya disitu...

Aku, memang bukan diriku lagi
Saat sadar bahwa sebagian diri ini sudah menemukan sebagian yang lain
harusnya aku langsung mengenali wajah baru yang terbayang di cermin itu
tak lagi asing
ada kamu
dan ada dia...
jadi satu didalam aku....

kembali kupandangi bayang wajah di cermin itu...
masih tetap diriku, hanya bukan lagi yang dulu...

Jakarta,
after 2 month mariage
and 2 weeks after the baby's heart start to beat :)