Jumat, 28 Agustus 2009

18.05

kamu adalah bahagiaku
senyummu adalah canda tawaku
nafasmu adalah detak jantungku
hadirmu menjadi irama langkah hidupku

hentikan waktu berlalu
aku ingin menikmati sementara untuk selamanya

18:05:23

Minggu, 23 Agustus 2009

Belajar Berhitung

Kalau masih bisa merasakan manisnya coklat setelah menelan obat pahit, berarti kita masih bisa bersyukur ditengah segala hal tidak enak yang sedang terjadi dalam hidup ini. When you count the good things God has given, there won't be grumbling nor complain worth enough to said.
Yuk, bantu saya menghitung kebaikan Tuhan satu per satu, hari ini saja.
  1. Saya bersyukur karena masih hidup, sehat dan bernafas.
  2. Saya bersyukur karena bangun tidur masih melihat mama dan Fenia, keluarga tercinta dan tersayang.
  3. Saya bersyukur karena masuk Jakarta dengan aman jam 6 pagi, setelah perjalanan singkat ke Jogja Sabtu kemarin. Satu hari memang tidak cukup untuk kembali bernostalgia dengan Jogja. Kalau ada kesempatan lain yang lebih panjang, saya sudah berjanji dengan Om Aji bahwa untuk kesempatan berikutnya kami akan mendatangi satu per satu wisata kuliner malam yang ada di sana, yang belum pernah saya datangi selama hampir 7 tahun saya tinggal di Jogja.
  4. Saya bersyukur karena bisa mengikuti misa pagi yang selama ini sering saya lewatkan.
  5. Saya bersyukur karena diberi kesempatan untuk mendengar khotbah pastor yang bikin saya hampir nangis waktu menyanyikan mazmur tanggapan. Misa pagi ini saya seperti mendengar Tuhan sedang bertanya, "Maria, kamu mau tinggal disini, atau hendak pergi bersama dengan yang lain?". Sebetulnya saya bukan tipe orang yang bisa konsentrasi pada khotbah. Konsentrasi tertinggi biasanya saya pusatkan pada saat ekaristi dan perjamuan kudus. Jujur, saya hanya bisa konsentrasi pada khotbah jika sedang beribadah di gereja Kristen. Karena pada saat beribadah di gereja Katholik, saya lebih sering ikutan ngobrol pada saat khotbah, kalau tidak mau dibilang ngantuk, tidak konsentrasi, memikirkan hal-hal yang lain dll.
  6. Saya bersukur karena siangnya, sahabat dan kakak yang sudah lama tidak bertemu akhirnya menelpon dan kami bisa ngobrol kesana-kemari. Sedikit mengobati kerinduan saya padanya. Saya selalu menikmati saat dimana ia mendengarkan, saya bicara dan sebaliknya.
  7. Saya bersyukur karena sore harinya saya bertemu dengan teman kuliah. Cuma nonton dan makan. Tapi saya pertemuan singkat ini sangat menguatkan tali persahabatan kami. Saya senang bisa ngobrol banyak sama dia, karena frekuensi kepala dan hati kami cenderung sama, jadilah obrolan singkat yang penuh makna terjadi.
  8. Saya bersyukur karena sebentar lagi akan menyantap makan malam dengan keluarga.
Cukup delapan alasan yang saya tuliskan disini, walaupun saya punya lebih dari selamanya alasan untuk bersyukur kepada Tuhan. Saat kita mengingat kebaikan-Nya, masihkan harus kita bersungut-sungut dan mengeluh?

Sabtu, 08 Agustus 2009

Upacara 12 thn

Ini adalah salah satu cara yang menurut saya salah kaprah dalam mendidik anak bangsa mencintai Indonesia. Upacara bendera setiap hari Senin selama 12 tahun. Sudah berapa kali upacara kalau begitu? Silakan dihitung sendiri.

Pagi ini, dengan mata masih mengantuk, saya mengantar Nia lomba paskibra di Lapangan Blok S. Nia sudah siap dengan atributnya jam 6 pagi, sementara dengan dandanan seadanya saya berangkat juga mengantarnya. Belum mandi, hanya sikat gigi, setengah sadar dan mengomel sepanjang jalan.

Sampai di blok S, Fenia segera menghambur dengan teman-temannya yang lain, segerombol anak SD dengan baju putih-putih. Disana ada banyak anak sekolah mulai dari SD, SMP dan SMA, semuanya berseragam lengkap. Mereka semua adalah peserta lomba paskibra tingkat Jakarta Selatan yang akan mengikuti seleksi untuk mengikuti lomba tingkat DKI. Panas dan debu seolah tidak dirasa dan mereka semua tampak tidak peduli dengan keringat yang meler-meler di wajah dan leher. Berlarian kesana kemari, latihan baris berbaris, hormat-grak-balik-kanan-hadap-kiri-bentuk-formasi dan aba-aba lainnya terdengar dimana-mana.

Saya memilih untuk berteduh dibawah pohon di pinggir lapangan...., jajan bakso yang jadi terasa enak karena lapar. Jajan anak sekolah memang bikin ngiler walau jauh dari sehat. Sarapan bakso super pedas dan minum teh botol dingin ...hmmm....bener2 nggak sehat banget deh... .Beberapa saat kemudian saya lihat Yeni, pembantu saya yang senantiasa nempel sama Nia, memanggil sambil berteriak dari ujung lapangan. ”Giliran Yasporbi!” teriaknya. Segera saya berlari kecil menghampiri Yeni, dan akhirnya sampai di tengah anak-anak SD Yasporbi yang sudah masuk formasi siap tempur.
Agak kaget juga waktu melihat Nia ternyata adalah pasukan inti yang membawa bendera. Lalu saya mengamati dari jauh setiap tahap upacara bendera bohong-bohongan yang sedang mereka lakukan. Ada pidato pemimpin upacara, pembacaan UUD 45, menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan Janji Siswa.

Sampai di pembacaan Janji Siswa yang dengan lantang yang diikuti oleh semua peserta upacara, ternyata membuat saya sedikit terarik dengan isinya. Saya sempat tertegun waktu mendengarnya. Semacam sumpah yang diucapkan dengan lantang dan serius. "Hebat banget isi janji siswa ini...", pikiran itu yang muncul dikepala saya pada waktu mendengarkan bunyinya yang kurang lebih seperti ini :

Janji Siswa
1. Taqwa terhadap Tuhan YME, adbi terhadap tanah air dan bangsa, setia kepada Pancasila dan UUD 1945
2. Adab terhadap orang tua, hormat terhadap guru serta menjunjung tinggi derajat dan martabat sekolah


Setelah selesai prosesi upacara selesai, kita semua beristirahat ditempat yang sama dengan tempat saya makan bakso dipinggir lapangan. Ada sekitar 30 orang anak ditemani orang tua masing-masing (kebanyakan ditemani mamanya), mereka beristirahat sambil makan nasi kotak. Anak-anak itu tampak dekil, kotor dan berkeringat. Namun senyum gembira diwajah mereka jadi pemandangan indah yang menghalau semua bau tak sedap yang muncul dari badan mereka yang berkeringat. Mereka semua tampak senang. Esprit de corps. Semangat kebersamaan.
Tidak lama kemudian, sampai pada saat yang ditunggu - tunggu pengumuman nya disampaikan. Fenia and the genkz : juara 1. Dan maju ke tingkat DKI hari Senin minggu depan. (Dan ternyata, mereka juara 1 lagi. Jadi adik saya dan tim nya adalah juara I Paskibra tingkat sekolah dasar se DKI Jakarta... Keren juga gelarnya :* )
Semuanya bersorak gembira!

Sampai dirumah, saya tiba-tiba ingat dan terusik dengan bunyi Janji Siswa yang sempat saya dengar. Saya sendiri lupa bunyinya, tapi Fenia ternyata hafal luar kepala, sehingga pada waktu saya iseng-iseng bertanya bagaimana bunyinya , ternyata dengan lancar dia menjawabnya.
Hafal di luar kepala.
Hafal sebuah janji yang menurut saya sangat tinggi nilai dan maknanya.

Janji? Sumpah? Saya sama sekali nggak menyangka janji sedemikian mulia keluar dari mulut anak - anak sekolah dasar. Lancar, lantang, serius, dan diucapkan selama 12 tahun masa sekolah (SD, SMP dan SMA). Lantas, pertanyaannya adalah, apakah janji tsb otomatis bisa diwujudkan dalam tindakan nyata dan tingkah laku sehari-hari? Apakah ada pemahaman yang cukup dari seorang anak kelas 6 SD mengenai taqwa terhadap Tuhan YME? Apakah ada bayangan mengenai bukti nyata abdi terhadap tanah air dan bangsa? Bagaimana seorang anak kelas 6 SD bisa membuktikan kesetiaan pada Pancasila dan UUD 1945?
Sama sekali nggak ada maksud untuk meng-under estimate- kan nasionalisme dan daya tangkap anak SD jaman sekarang. Tapi jujur, saya yang umurnya sudah hampir seperempat abad aja sampai sekarang masih gelagapan kalo disuruh bicara ttg Indonesia Raya merdeka...merdeka...
Saya baru sadar bahwa selama ini indoktrinasi model begini lah yang ditanamkan diseluruh Indonesia kepada seluruh pelajar SD, SMP dan SMA. Termasuk generasi saya pada waktu itu. Usia emas dimana absorbsi terhadap segala informasi terjadi dengan sangat baik. Dan semua orang yang pernah merasa jadi anak SD, SMP dan SMA, pasti pernah merasakan upacara, mengucapkan Pancasila dan mendengarkan UUD 45.
Puji Tuhan kalau informasi yang diserap oleh anak -anak tsb adalah yang baik dan konstruktif. Tapi jujur aja, menurut saya apa yang terjadi selama di dunia pendidikan mengenai nasionalisme thd bangsa ini justru salah kaprah dan sia-sia. 12 tahun mengucapkan Pancasila dan mendengar UUD 1945, 12 tahun mengucapkan janji siswa, 12 tahun tidak mengetahui apa yang dilakukan.... itukah yang dilakukan pendidikan di Indonesia dalam upaya menanamkan rasa cinta tanah air?

Saya memang bukan pengamat dan komentator pendidikan. Saya hanya sedang merasa ada yang salah dari cara menanamkan nilai-nilai baik kepada anak lewat jalur pendidikan. Betapa pun baiknya nilai-nilai tsb, jika disampaikan dengan cara yang salah dan tidak tepat sasaran, menurut saya hasilnya hanya akan sia-sia. Saya sendiri nggak berani banyak ngomong karena saya belum pernah punya anak, jangan sampai saya cuma ngomong doang tanpa merasa bagaimana susahnya mendidik anak dengan baik dan benar. Kalau ada cara yang lebih baik dari upacara bendera selama 12 tahun untuk menamkan nilai cinta bangsa dan negara , tolong kasih tau saya. Apa iya, jaman sekarang anak-anak usia dibawah 20 thn harus ikut wajib militer seperti jaman papa mama dulu?
Ckckckckck....Indonesia....sebentar lagi mau ulang tahun.....

Jumat, 07 Agustus 2009

Where the hell was that words coming from?

Keinginan untuk menulis tentang SPBU Shell sebenarnya sudah ada sejak beberapa bulan yang lalu. Tapi seperti biasa, kebiasaan buruk saya yang satu ini memang agak bandel dan nggak gampang menghilangkannya : malas. Ditambahan alasan "mengumpulkan bahan", semakin lengkap acara tertunda menunda :) Jangankan menuliskan di blog, memikirkan draftnya pun nggak sempat... . Sampai hari ini...., apa yang saya alami pagi ini di SPBU Shell Jl. Soepomo-Saharjo, membuat saya tidak bisa menundanya lagi. Harus dan harus segera di share di blog.

Awal perkenalan saya dengan SPBU Shell sebetulnya lebih karena ketidaksengajaan. Waktu itu, di perjalanan pagi menuju ke kantor, saya nggak punya pilihan untuk mampir ke SPBU terdekat karena jarum di speedometer sudah menunjuk huruf E dan lampu indikatornya sudah menyala. Karena tidak ingin mengambil resiko mogok ditengah jalan, mampirlah saya ke SPBU terdekat yang ada di Jl. Casablanca, ke SPBU Shell.
Sesampainya disana saya disambut oleh petugas yang langsung sigap melayani.
"Super aja deh mas, full tank ya..." Saya ambil jenis bensin yang paling murah Rp 5.900,-/ltr. Setelah selesai mengisi bensin, si petugas memberikan bukti transaksi sambil menawarkan apakah mobil saya mau dicek angin ban dan dibersihkan kaca depannya. Karena sedang agak terburu-buru, saya menolak dengan halus. Sebelum saya hendak menginjak gas, si petugas tersenyum lalu berkata, "Terimakasih atas kunjungannya di SPBU Shell".
Kesan yang saya dapat dari pertemuan pertama ini adalah pelayanan yang baik. Kesan ini terbukti sampai beberapa kali (bahkan sampai sekarang) saya terus mengisi bensin untuk mobil saya di SPBU Shell disemua tempat. Ramah, nyaman dan bersih -toiletnya benar-benar bersih dan wangi-, dan perhitungan serta bukti transaksinya akurat, dimana disitu tercantum liter yang saya dapat untuk setiap rupiah yang saya keluarkan. Saya sangat puas dengan pelayanannya; dan sampai sekarang belum berniat untuk membeli bensin lagi di SPBU yang hampir 20 thn saya datangi sejak pertama kali kenal bensin. (Sama sekali nggak ada hubungannya dengan tagline "Cintailah produk-produk dalam negri" :P)
BTW, pengetahuan ilmiah saya tentang dunia per-bensin-an adalah nol besar. Selain karena saya agak kurang begitu peduli dengan oktan, oksidasi, knock free, timbal, bla bla bla...saya juga nggak segitu detailnya untuk membandingkan sebuah produk dengan produk sejenis lainnya. Saya bukan tipe pembanding. Buat saya apa yang cocok dihati, ya itu yang saya pilih. Mobil saya jadi bertenaga, suara mesinnya halus, mesinnya (katanya bisa jadi ) bersih dan tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa mobil saya adalah mobil yang 4 sehat 5 sempurna. Jadi, begitu ada iklan oli Shell di TV -yang ada adegan mobil dibelah jadi dua- lalu satu-satunya bagian yang bersih hanya mesinnya, jadilah saya bertekat untuk mulai saat ini akan menggunakan produk Shell untuk mobil saya. Ditambah lagi, dengan informasi dari Pak Sanudi (driver kantor) yang mengatakan bahwa bensin dari Shell mampu membersihkan mesin karena mengandung detergen / zat aditif. Entah dari mana informasi itu sampai di telinganya, yang penting informasi yang saya terima dari TV dan dari Pak Sanudi sudah klop : produk Shell baik untuk mobil, titik.

Tapi klimaks service quality SPBU Shell adalah hari ini.
Jam 6 pagi, waktu mata masih berat tapi "dipaksa" mengantar Fenia lomba paskibra di Blok S, saya baru sadar bahwa ban belakang sebelah kiri tyt habis angin, bocor. Jam 6 pagi mana ada tambal ban yang sudah buka? Sambil was was toleh kanan toleh kiri mencari tambal ban disekitar Jl. Soepomo-Soeharjo, akhirnya saya mendapati SPBU Shell. "That's my first aid kit", karena nggak terfikir oleh saya berjalan lebih jauh mencari tambal ban dengan kondisi ban yang habis angin sama sekali.

Sampai disitu saya memarkir mobil di pinggir dekat tempat cek angin, dan seorang petugas langsung menghampiri. Belum sempat saya menyampaikan apa-apa, dia sudah tersenyum dan berkata,
"Habis angin ya bu? Mari saya bantu..."
Disaat jam 6 pagi dan dengan ban mobil bocor terdampar di SPBU membuat kedatangan mas-mas petugas SPBU itu serasa malaikat penolong. Sekitar 15 menit dia mengutak-atik dongkrak dan ban serep , akhirnya selesai juga ban mobil saya. Kembali seperti semula. Puji Tuhan.... Setelah itu saya mengambil selembar uang Rp 20.000,- untuk diberikan kepada petugas tadi. Sangat tidak disangka, dia menolak dengan halus. Saya nggak mau terlihat pelit dan berusaha sedikit memaksa dengan menyodorkan uang itu lebih dekat dengan tangannya, tapi dia tetap menolak dengan halus. Yang paling mengejutkan saya adalah pada saat dia menjawab dengan berkata, "Terimakasih bu, ini bagian dari pelayanan Shell kok." Saya mingkem, sedikit "mengupahi" petugas tadi dengan senyuman, lalu segera masuk mobil dan tancap gas.

Sampai sekarang saya masih kepikiran sama petugas Shell yang pagi ini saya jumpai. Kok bisa ya dia mengucapkan kalimat itu? Apa karena uang yang saya tawarkan hanya Rp 20.000? Bisa jadi. Atau karena dia takut kelihatan supervisornya menerima tips diluar job desc? Bisa juga. Tapi kalimat "...bagian dari pelayanan Shell"???? Where the hell was that word coming from??? Job desc petugas tadi kan adalah sebagai petugas SPBU yang mengisi tanki bensin, bukan mengganti ban mobil bocor dengan ban serep. Kalaupun ada job desc yang sedikit nyerempet dengan urusan ban di SPBU ya paling-paling cek angin, bukan ganti ban. Visi dan misi yang seperti apa yang ada di Shell? Dan bagaimana visi perusahaan multinasional sekelas Shell tersampaikan dengan tepat sasaran sampai ke personel yang ada di lapangan? Kalimat "bagian dari pelayanan" ini benar-benar mengusik hati saya. Saya sampai ngerasa kebablasan mikir sampai ke visi-misi perusahaan. Tapi kalau disambung-sambungin ke teori dan praktek manajerial yang selama 2 tahun belakangan saya geluti, buntut-buntutnya yang mengarah ke visi-misi itu tadi.... Atau, ada yang bisa menjelaskan dari mana sikap dan kalimat petugas tadi berasal?...Hanya ada satu peristiwa yang menyamai pertistiwa pagi ini. Beberapa tahun yang lalu saya juga mendapat perlakuan yang sama dari satpam Auto 2000 Soepomo-Soeharjo. Tapi satpam tsb tidak menambahkan kalimat "ini adalah bagian dari pelayanan Auto 2000".
Jadi jadi jadi oh jadi.....dari manakah kalimat "bagian dari pelayanan" itu berasal?....

Kamis, 06 Agustus 2009

Jenny Jusuf

Ika Natassa, Dewi Lestari n Kristy Nelwan punya saingan : JenNy JusUf.
Saya terheran-heran waktu tau ternyata umurnya cuma beda setaun lebih tua, tapi "isi"nya punya jarak bertahun-tahun dari perempuan usia 24 thn pada umunya... Ni cewek bener2 "nggak umum"...

Besok malam saya mampir lagi ke blog-nya Jenny. Dan masih ttp terpaku, kenapa pengamatan simple dalam hidup sehari-hari bisa bikin dia merangkai kata dengan bagus banget? Ok, mungkin urusan merangkai kata itu bakat yang sudah dia bawa dari sononya. Tapi proses apa yang dia lewati sampe bikin dia ada pada pemahaman yang menurut saya jarang bisa dijumpai oleh perempuan usia mid 20? Apa harus ikut meditasi-self-healing-ala Reza-Gunawan? apa harus cuma punya papa? apa harus jadi Cina yang notabene komunitas minor di Indonesia? enggak kan.... dari mana semua pemahaman itu dia dapatkan...?
Saya belum selesai membaca blognya... Masih penasaran sama bbrp tulisan dia , terutama yang agak nyerempet sama masalah keimanan dan yg bertema tulis-menulis :) topik faforit saya banget tuh...
Nggak perlu jadi terlalu smart untuk suka sama blognya jenny
Nggak perlu jadi terlalu kutu buku untuk suka sama tulisannya dia
Nggak perlu jadi terlalu rohani untuk sepaham sama dia
semuanya begitu sederhana sekaligus sarat makna...
geeezzzz...

Selasa, 04 Agustus 2009

Jadi intinya....kalo naik motor....

3 Agustus 2009, 14.30, Didalam mobil kebesaran bersama, terjebak macetnya SCBD.

Saya, Derry, Sonya, Vita, Upi dan Pak Sanudi (driver) sedang dalam perjalanan menuju Ambassador, lalu tiba-tiba terlibat dalam pembicaraan yang sama sekali nggak penting tapi cukup seru dan menyenangkan.
Semua ini dimulai dari adegan motor yang motong jalan dari kanan ke kiri tanpa lampu sen dan klakson. Pak Sanudi kaget, dan ngerem mendadak.

ccciiiiittttt....!

(Derry & Pak Sanudi kaget bareng)
Derry : A**i** lo!? Matanya dipake doong!
Pak Sanudi : Astaghfirullah....
eeeh, trus ada yg nyamber...
Sonya : Tu orang belum pernah ngerasain di tabrak mobil kali yaaa???
Saya : Aduh pak, jalannya pelan-pelan aja kalii...
Pak Sanudi : Ini kan udah jalan pelan mbak, lha wong jalanan macet begini, mana bisa ngebut...?

Lalu hening selama dua detik.
(nggak papa kok kalo nggak bisa dibilang "hening" , karena sebenarnya dua detik terlalu lama buat kami berenam untuk menutup mulut :P)

Upi memecah "keheningan"
Upi : Emang ya, mulutnya nggak bisa kalo nggak komentar.
Saya : Hihihi, biasanya orang tuh ngomong dulu baru mikir Pi. Namanya juga reaksi spontan karena kaget. Motornya slonong boy didepan mata! Untung pak sanudi sempet ngeliat trus ngerem. Kalo nggak udah ciuman dah tu motor sama bemper mobil!
Upi : Mbak, sebenernya mata ama mulut dosanya gedean mana sih?
Deg! saya sempat terhenyak sesaat, tapi lagi-lagi, "ngomong dulu baru mikir" terjadi secara refleks.
Saya: Ya mulut lah, udah sering bunyi yang nggak penting, sering komentar yang nggak perlu pula.
Vita : Tapi kan mulut nggak akan bunyi kalo mata nggak "ngeliat" duluan Den!
Derry : Mata sama kuping sama aja! Mulut juga nggak akan bunyi kalo kuping nggak "denger" duluan!
Upi : Jadi, mata apa kuping apa mulut neh yang dosanya paling gede?
Saya yang tadi yakin bahwa mulut ini dosanya paling gede jadi ragu-ragu sendiri. Iya juga ya, mata sama kuping harus bekerja duluan baru mulut bisa bunyi. Tapi....
Saya : ...Tapi kalo ngeliat trus ngebatin doang, apa mulutnya jadi dosa juga?
Sonya : Ya itu tandanya hati sama kepala lo yang dosa. Nah lo ngebatinnya di kepala apa di hati?
Yang lain ketawa semua...
Saya : Eh, beneran nih....mendingan kalo kesel dibatin apa dikeluarin aja sih sebenernya?
Pak Sanudi : Kalo menurut saya nih mbak....nggak ada bedanya antara dibatin sama diungkapkan. Yang namanya marah ya marah aja. Cuma soal waktu kok, orang lain lama- kelamaan akan sadar kalo sikap orang yg ngebatin itu sebenernya nggak bener-bener diem.
Upi : Hahaha, pertanyaan gw nggak ada yang bisa jawab kan, antara mata , mulut sama kuping, mana yang dosanya paling gede?
Saya : Gw tambahin deh kalo gitu, mana yang dosanya lebih gede : kepala atau hati lo yang ngebatin sambil marah2 tapi mulutnya diem aja, atau mulut lo yang nyanyi? Dua-duanya sambil marah lho...!?

My bedroom, 10.06pm
Percakapan tadi sedikit banyak membekas dikepala, karena malam ini saya jadi kepikiran. Kalau lagi blogging kayak sekarang ini, terus tangan & jari menari-nari di keyboard untuk menuliskan sesuatu yang sifatnya komentar, apa kemudian jari dan tangan ini jadi berdosa juga? Kan semua kalimat itu adanya di otak didalam kepala , tangan hanya melakukan apa yang diperintahkan otak... Nah loh, kepala (otak) saya jadi kecipratan dosa juga dong??
Cyape deh :) Lagipula, siapa kita manusia, bisakah menentukan "dosa" atau "nggak berdosa" untuk sesama manusia lainnya? Well, barang siapa merasa dirinya tidak pernah berbuat dosa, silakan mengacungkan jari...===lalu silakan melempar batu (kepada perempuan itu) pertama kali.===
Anyway, saya senang mendapati kami berenam berbincang-bincang nggak mutu begini. Sadar bahwa ternyata nggak ada beban waktu kami dengan bebas mengungkapkan pendapat kami tentang bagaimana seharusnya menyikapi rasa marah, sebel dan kesel karena sesuatu. Saya melihat bahwa mereka cukup terbuka dengan berbagai cara mengekspresikan kekesalan. Mau dibatin, mau diungkapkan, just do it. Yang namanya marah (dan perasaan lainnya seperti senang, gembira, sedih, jatuh cinta, benci, dendam, iri hati, sayang, kangen dll) kan nggak bisa kita minta untuk datang dan pergi sesuka hati. Kecuali kita robot yang punya saklar on-off. Selama masih ada label "manusia" di jidat, ya....rasa itu akan tetap ada. Just feel free to feel it freely :)
Yang benar menurut saya adalah : kita tau bagaimana cara untuk mengendalikannya. Semua rasa yang dikasih Tuhan itu nggak ada yang salah. Menjadi tidak benar jika perasaan itu mulai bersinggungan dengan (kepentingan) orang lain. Kita boleh gembira sampe mati ketawa, tapi jangan ajak orang lain ikutan mati karena sesuatu yg bikin kita ketawa. Kita boleh sedih dan nangis bombay, tapi jangan bikin orang lain jadi nangis berderai-derai karena ikutan sedih. Kita boleh marah ngamuk-ngamuk, tapi usahakan jangan sampai ada piring terbang, pukul meja, :P Bahkan untuk kabar gembira yang kita bawa untuk orang lain pun, ada waktu dan cara yang harus dimengerti terlebih dahulu baru kemudian dilakukan pada saat yang tepat. Bahagia kita kan belum tentu tawa orang lain, atau tangis kita kan bisa jadi angin lalu buat orang lain, atau sedih kita kan bisa jadi sedih yg menyakiti orang lain... Just the way daily email yg dikirim Benedicta pagi ini, mengingatkan bahwa setiap orang itu diciptakan unik dan berbeda. That's the fact honey! Untuk menerima kelebihan orang itu gampang, karena kita nggak harus melebarkan batas toleransi dan menekan ego. Tapi menerima kekurangan orang lain? hehehe....banyak juga manusia yang butuh seumur hidup untuk belajar melakukan hal ini.

Intinya adalah : be the real you, karena kita ini seberharga apa adanya kita saat ini,
nggak kurang dan nggak lebih.
Someone will see it and thanks God for you.
Intinya lagi adalah : Kalo naik motor di jalan jangan slonong boy yah, bikin orang lain jadi kesel..
Jadi intinya melulu aaah....gimana sih..?
^_^